DETIKNET.id – Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) menegaskan penolakan terhadap segala bentuk kriminalisasi terhadap advokat yang membela masyarakat adat dan masyarakat adat yang memperjuangkan hak atas tanah leluhur mereka.
Dalam beberapa tahun terakhir, advokat yang mendampingi masyarakat adat dalam memperjuangkan hak-haknya sering menjadi sasaran kriminalisasi, baik melalui laporan hukum yang tidak berdasar maupun intimidasi lainnya.
Masyarakat adat yang mempertahankan wilayah adatnya dari perampasan sering kali dikriminalisasi dengan tuduhan yang tidak adil.
Pada 21 Maret 2025, sekelompok orang yang mengatasnamakan kuasa hukum PT. Krisrama melaporkan 12 anggota masyarakat adat dan seorang advokat pembela masyarakat adat, Anton Yohanis Bala, S.H., ke Polda Nusa Tenggara Timur. Laporan tersebut mencakup dua laporan polisi:
1. Laporan Polisi Nomor: LP/B/63/III/2025/SPKT/Polda Nusa Tenggara Timur dengan pelapor RM. Aloysius Ndate.
2. Laporan Polisi Nomor: LP/B/64/III/2025/SPKT/Polda Nusa Tenggara Timur dengan pelapor Ephivanus Markus Nale Rimo.
Kedua laporan tersebut diterima oleh Kepolisian Daerah NTT, dengan tuduhan berdasarkan Pasal 335 dan 167 KUHP terkait peristiwa yang terjadi pada 9 Agustus 2014 dan 19 Desember 2023. Perlu dicatat bahwa salah satu pelapor, Ephivanus Markus Nale Rimo, juga merupakan kuasa hukum PT. Krisrama.
Sebelumnya, pada 19 Maret 2025, korban dari peristiwa penggusuran rumah, perusakan tanaman warga, serta ancaman terhadap nyawa yang diduga dilakukan oleh PT. Krisrama pada 22 Januari 2025, mendatangi Polres Sikka.
Mereka bersama kuasa hukumnya dari PPMAN ditemui oleh Kapolres Sikka, AKBP Moh. Mukhson, S.H., S.I.K., M.H., untuk menanyakan perkembangan penanganan laporan yang disampaikan pada 22 Januari dan 18 Februari 2025.
PPMAN menilai bahwa pelaporan oleh kuasa hukum PT. Krisrama ini merupakan bentuk pelemahan terhadap hak asasi manusia, hak atas bantuan hukum, serta hak masyarakat adat yang dijamin dalam konstitusi dan berbagai instrumen hukum nasional maupun internasional.
Ketua Badan Pelaksana PPMAN, Syamsul Alam Agus, S.H., menegaskan bahwa pembelaan yang dilakukan oleh Anton Yohanis Bala, S.H., kepada masyarakat adat merupakan bagian dari profesi yang dijamin oleh undang-undang.
PPMAN memiliki mandat untuk memberikan bantuan hukum dan melakukan pembelaan kepada seluruh masyarakat adat di Indonesia yang menghadapi ketidakadilan dan pelanggaran HAM.
Perlindungan hukum bagi seorang advokat yang sedang menjalankan profesinya diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa advokat berstatus sebagai penegak hukum yang bebas dan mandiri, dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, Pasal 16 menegaskan bahwa advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan.
Syamsul Alam Agus menambahkan bahwa tindakan kriminalisasi terhadap advokat dan masyarakat adat tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai prinsip keadilan dan demokrasi.
PPMAN berkomitmen untuk terus mengawal kasus-kasus kriminalisasi ini serta mendukung setiap upaya perlindungan bagi para pembela hak masyarakat adat.
Selain itu, PPMAN menilai bahwa upaya kriminalisasi yang berulang dilakukan oleh PT. Krisrama terhadap masyarakat adat merupakan pengalihan dari proses audit atas status pemberian hak guna usaha (HGU) yang diduga cacat prosedural dan syarat praktik korupsi.
Pada 31 Januari 2025, PPMAN telah menemui pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk meminta audit menyeluruh terhadap SK HGU PT. Krisrama Nomor: 1/HGU/BPN.53/VII/2023 yang mencakup wilayah adat Suku Soge Natarmage dan Goban Runut di Nangahale.
SK HGU ini diduga diterbitkan tanpa melibatkan masyarakat adat setempat dan mengabaikan hak-hak konstitusional mereka atas tanah adat.
Menanggapi situasi tersebut, PPMAN menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap advokat yang membela masyarakat adat dalam memperjuangkan hak atas tanah dan sumber daya alamnya.
2. Menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang mempertahankan hak atas tanah dan wilayah adatnya.
3. Menuntut aparat penegak hukum, khususnya Polda Nusa Tenggara Timur, untuk bersikap netral dan profesional dalam menangani sengketa tanah yang melibatkan masyarakat adat.
4. Mendesak pemerintah dan lembaga terkait untuk menghentikan segala bentuk represi terhadap advokat dan masyarakat adat, serta mengambil langkah konkret dalam menyelesaikan konflik agraria dengan pendekatan berbasis hak asasi manusia dan keadilan sosial.
5. Mendorong solidaritas dari masyarakat sipil, organisasi hak asasi manusia, dan komunitas hukum dalam membela hak-hak advokat dan masyarakat adat yang menjadi korban kriminalisasi.
6. PPMAN bersama 150 advokat di seluruh Indonesia menyatakan dukungan penuh kepada advokat pembela masyarakat adat yang dikriminalisasi, untuk menegakkan officium nobile dan tetap teguh serta konsisten membela anggota masyarakat yang dikriminalisasi.