DETIKNET.id – Terdapat sejumlah mahasiswa di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menolak pengesahan revisi UU TNI.
Dalam aturan terbaru itu dikhawatirkan akan mengancam kebebasan sipil dan berpotensi terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh militer ketika menduduki jabatan sipil.
Lalu ketika pejabat yang berasal dari militer terjerat hukum, maka penanganan perkaranya akan ditangani pengadilan militer sedangkan kejahatannya adalah ranah sipil.
Hal ini telah terjadi ketika KPK mengusut dugaan korupsi di Basarnas.
Tekait penolakan ini disuarakan dalam aksi unjuk rasa yang digelar di DPRD Kotim, Rabu (26/3). Sambil membawa spanduk dan pengeras suara, mereka terus berorasi menyampaikan aspirasi kepada para wakil rakyat.
Massa merupakan gabungan organisasi mahasiswa Kotim, seperti GMNI, GMKI, HMI, KMHDI, dan PMII.
Koordinator lapangan aksi Ramdani menegaskan, mahasiswa menolak tegas UU TNI yang dianggap tidak sejalan dengan semangat reformasi.
Pengesahan itu dinilai dapat mengancam kebebasan sipil dan memperbesar potensi penyalahgunaan kekuasaan di tubuh militer.
”Kami berkumpul hari ini demi menyampaikan aspirasi terhadap wakil rakyat yang telah kami pilih,” kata Dani, sapaan akrab Ramdani.
Aktivis Massa mahasiswa langsung ditemui Ketua DPRD Kotim Rimbun. Politikus PDIP ini kemudian mengajak seluruh mahasiswa yang hadir untuk memasuki ruang rapat paripurna DPRD untuk mendengarkan aspirasi dan tuntutan yang disuarakan.
Terdapat delapan poin yang akan disampaikan ke DPRD Kalteng dan selanjutnya akan dikawal DPRD Kotim.
”Kesepakatan kami bawa mereka ke DPRD Kalteng dan kami akan fasilitasi. Di satu sisi, kami apresiasi rekan-rekan mahasiwa yang sudah menyampaikan aspirasinya secara tertib,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono menilai, adanya berbagai aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang (UU) TNI yang sudah disetujui oleh DPR RI karena belum samapai memahami isi substansi dari perubahan UU tersebut.
Ia mengatakan ada sejumlah tafsir pribadi yang terus berkembang hingga meyakini tafsir mengenai UU tersebut padahal tidak benar.
Dia menegaskan bahwa UU TNI justru membatasi personel TNI dalam mengisi jabatan sipil.
”Ini saya melihatnya ada hambatan komunikasi, isinya gimana, draf akhirnya belum diterima,” kata Dave seperti dikutip dari Antara.
Dia mengatakan, UU tersebut hanya menambahkan jabatan sipil yang sebenarnya saat ini sudah diisi oleh TNI aktif, di antaranya BNPT, BNPB, hingga BNPP.
”Dengan begitu ada 14 jabatan sipil yang bisa diisi oleh TNI aktif, di luar itu maka TNI aktif harus mundur atau pensiun,” ujarnyap
Selain itu, dia pun akan segera berkoordinasi dengan pihak kesekretariatan DPR RI untuk mengatasi masalah draf UU TNI baru yang belum diunggah ke laman resmi DPR.
Menurut dia, draf tersebut seharusnya sudah harus bisa dilihat di laman DPR RI.
“Kalau dikhawatirkan TNI over ke ranah sipil, ranah penegakan hukum, ke kepolisian, itu dipastikan tidak ada,” kata Dave.
Mengenai penambahan usia dinas atau perpanjangan batas pensiun, kata dia, hal ini diubah salah satunya agar Presiden tidak sering mengganti personel TNI yang berpangkat bintang empat.
Dia juga mengatakan, akhir-akhir ini ada beberapa perwira TNI yang berpangkat bintang empat hanya berdinas selama satu tahun. Padahal, kata dia, perwira tersebut masih memiliki tugas yang belum terselesaikan.
“Tertentu bintang empat itu hanya satu tahun sudah harus pensiun maka Presiden harus cari lagi, harus adjust lagi, harus ganti, padahal tugas sudah cocok dan tugas masih banyak,” katanya.