Manggarai – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai akan merealisasikan pembangunan 97 unit rumah adat atau rumah gendang pada pertengahan Juni 2025. Program ini merupakan bagian dari upaya pelestarian budaya dan tradisi masyarakat adat Manggarai.
“Mulai sekarang kami sudah mempersiapkan segala sesuatu. Rumah gendang akan dibangun secara swakelola, artinya dikerjakan langsung oleh masyarakat. Karena itu, masyarakat harus membentuk Kelompok Masyarakat (Pokmas),” kata Kepala Bidang Premuseum Dinas Pariwisata Manggarai, Antonius Padua Ande, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa, 27 Mei 2025.
Antonius menjelaskan, Dinas Pariwisata telah melakukan sosialisasi kepada calon penerima bantuan untuk menghindari konflik internal saat proses pembangunan berlangsung.
“Minggu lalu kami fokus membentuk Pokmas dan membantu mereka menyiapkan dokumen, termasuk surat pernyataan dari anggota gendang untuk menghindari konflik,” ujarnya.
Menurut Antonius, pembentukan Pokmas dilakukan melalui musyawarah masyarakat adat dan disahkan oleh kepala desa atau lurah setempat. Selain itu, masyarakat juga harus menyiapkan dokumen seperti surat pernyataan bersedia bergotong royong (swadaya) yang ditandatangani di atas materai.
“Dokumen ini penting agar pembangunan berjalan tanpa hambatan. Kami ingin pekerjaan selesai tuntas tanpa persoalan,” tegasnya.
Awalnya, Pemkab Manggarai merencanakan pembangunan 100 unit rumah gendang dengan total anggaran Rp300 juta. Namun, seiring instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi pelaksanaan APBN dan APBD, jumlah tersebut dikurangi menjadi 97 unit.
“Kami sekarang sedang melakukan verifikasi faktual terhadap 96 hingga 97 rumah gendang yang tersebar di 12 kecamatan. Karena efisiensi anggaran, hanya 97 rumah yang bisa dibangun,” jelas Antonius.
Ia menambahkan, anggaran pembangunan per unit rumah gendang berkisar Rp200 juta, namun bisa bervariasi tergantung ukuran rumah. Masyarakat juga diharapkan berpartisipasi dalam bentuk swadaya, agar tercipta rasa memiliki terhadap rumah adat tersebut.
Selain itu, masyarakat adat juga diminta membentuk struktur adat lokal seperti Siri Bongkok (tiang penyangga simbol persatuan) sebagai bagian dari proses pembangunan. Meski dilakukan secara swakelola, para pekerja tetap akan mendapatkan upah kerja harian (HOK) dari Biaya Operasional Pelaksana (BOP) sebesar 15 persen dari total anggaran.
Dukungan dan Catatan dari AMAN
Ketua Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Nusa Bunga, Maximilianus Herson Loi, SH, mengapresiasi langkah Pemkab Manggarai. Ia menyebut pembangunan rumah gendang sebagai bentuk dukungan terhadap pelestarian adat dan budaya lokal.
“Ini merupakan langkah positif dari Pemkab Manggarai dalam mendukung pelestarian budaya serta pemberdayaan masyarakat adat,” ujarnya.
Namun, Maximilianus juga memberikan catatan penting. Ia menekankan bahwa pembangunan harus didasarkan pada musyawarah adat di setiap gendang atau beo, dan bentuk rumah yang dibangun harus sesuai tradisi lokal.
Ia juga mengingatkan agar program ini tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik yang dapat melemahkan otoritas masyarakat adat atas wilayah, hukum, dan tradisi mereka.
“Kalau pemerintah daerah serius mendukung masyarakat adat, dukungan tidak cukup sebatas pembangunan fisik. Harus ada kebijakan hukum seperti Peraturan Daerah (Perda) tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di Manggarai,” tegasnya.