Scroll untuk baca artikel
HUKRIM

Desak Kapolda NTT LP2TRI Tuntaskan Kasus Korupsi Bantuan Rumah Seroja di Malaka

×

Desak Kapolda NTT LP2TRI Tuntaskan Kasus Korupsi Bantuan Rumah Seroja di Malaka

Sebarkan artikel ini
Kasus Korupsi
Kasus korupsi bantuan rumah pasca badai seroja di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) (Foto Polda NTT)
Kasus Korupsi
Kasus korupsi bantuan rumah pasca badai seroja di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) (Foto Polda NTT)

DETIKNET.id – Kasus korupsi bantuan rumah pasca badai seroja di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dinilai nyaris beku di meja penyidik Polda NTT.

Sebelumnya proyek tersebut merupakan bantuan kemanusiaan untuk korban bencana tahun 2021 yang seharusnya segera terealisasi.

Meskipun telah dilakukan penyelidikan awal oleh Polda NTT dan ditemukan keterlibatan 43 kontraktor, baik dari dalam maupun luar NTT, proses hukum terhadap kasus ini belum menunjukkan perkembangan berarti.

Pergantian pimpinan di tubuh Polda NTT diduga menjadi salah satu penyebab lambatnya penanganan kasus tersebut.

Ketua Umum Lembaga Pengawas Penyelenggara Triaspolitika Republik Indonesia (LP2TRI), Hendrikus Djawa, dalam keterangan tertulisnya pada Senin (9/6/2025), mendesak Kapolda NTT, Irjen Pol Rudi Darmoko, untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi ini secara serius dan transparan.

“Anggaran sebesar Rp 66 miliar lebih untuk korban badai Seroja di Kabupaten Malaka seharusnya digunakan tepat sasaran, tidak boleh dikorupsi oleh kontraktor maupun pemangku kepentingan lainnya,” tegas Hendrikus Djawa.

Menurut Hendrikus Djawa, hasil koordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Pusat di Jakarta juga memperkuat bahwa total anggaran tersebut memang diperuntukkan khusus bagi korban di Malaka. Oleh karena itu, proses hukum harus berjalan adil dan cepat.

“Jika penyidik telah menemukan indikasi kuat korupsi, maka wajib segera menetapkan tersangka dan melimpahkan berkas ke Kejaksaan Tinggi NTT untuk disidangkan,” lanjut Hendrikus Djawa.

Hendrikus juga mewanti-wanti agar kasus ini tidak menjadi ajang permainan hukum seperti yang ditengarai terjadi pada kasus serupa di Kabupaten Kupang senilai Rp 21 miliar lebih.

“Kalau kasus ini terus berlarut seperti di Kupang, berarti ada mafia hukum yang menjadikan perkara ini sebagai ATM pribadi,” ujar Hendrikus Djawa.

Hendrikus Djawa menilai, jika ditemukan indikasi penyidik tidak profesional, maka Kapolda dan Wakapolda NTT yang baru harus segera melakukan evaluasi dan pembenahan total terhadap jajaran penyidik.

“Kalau ada dugaan KKN dalam penanganan kasus ini, baik oleh penyidik maupun jaksa, maka sudah seharusnya KPK turun tangan untuk ambil alih dan mempercepat proses hukum,” jelas Hendrikus Djawa.

Sementara itu LP2TRI berkomitmen akan mengawal kasus ini hingga ke tingkat nasional.

“Kami akan perjuangkan kasus ini sampai ke Istana Presiden, Komisi III DPR RI, DPD RI, Kejaksaan Agung dan semua pihak berwenang agar ada kejelasan dan keadilan,” tutup Hendrikus Djawa.

Ada juga sejumlah warga di Desa Oanmane, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka, kini mereka masih menunggu kejelasan atas pembangunan rumah bantuan pasca badai seroja tahun 2021 yang hingga kini tak kunjung rampung.

Program bantuan perumahan ini disebut mangkrak sejak dimulai dan meninggalkan warga dalam ketidakpastian.

Salah satu penerima manfaat, Gregorius Bria, mengungkapkan hingga kini pembangunan rumah bantuan miliknya baru sampai tahap fondasi dan pemasangan tiang dari besi plat.

Menurut Gregorius Bria, rumah tersebut dikerjakan oleh kontraktor yang ditunjuk langsung oleh Dinas PUPR Kabupaten Malaka saat itu.

“Awalnya kami diminta buka rekening BRI masing-masing oleh pihak dari PUPR. Tapi sampai sekarang uangnya tidak pernah masuk. Katanya bantuannya senilai Rp 50 juta, langsung terima kunci. Tapi kenyataannya, dana itu dikelola oleh kontraktor,” jelas Gregorius Bria.

Warga lainnya, Esiriance Seran, mengalami nasib serupa. Ia mengaku telah menerima buku rekening atas nama pribadinya, namun rekening tersebut kosong dan pembangunan rumah tak pernah rampung.

“Rumah saya dulu masih bagus, tapi karena mereka datang dan suruh bongkar katanya mau bangun baru, kami turuti. Mereka bilang dua minggu selesai, tapi sampai sekarang belum ada kelanjutan. Mereka datang, bongkar dalam sehari, lalu tinggalkan begitu saja,” ujar Esiriance Seran.

Akibat pembangunan yang tak kunjung dilanjutkan, keluarga Esiriance terpaksa tinggal di tenda terpal dalam waktu lama.

Kini, mereka telah membangun kembali rumah sederhana secara mandiri karena tak mampu menunggu lebih lama.

Para penerima bantuan rumah Seroja ini berharap pemerintah segera mengambil langkah tegas terhadap kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut.

Mereka juga meminta kejelasan dari pihak PUPR terkait dana bantuan dan penyelesaian rumah yang sudah dijanjikan sejak 2021.

“Harapan kami, proyek ini bisa dilanjutkan. Jangan kami dibiarkan dengan janji kosong terus,” kata Esiriance Seran.

Program bantuan rumah pasca badai seroja seharusnya menjadi solusi pemulihan bagi korban bencana.

Pada kenyataan di lapangan menunjukkan proyek ini justru menjadi beban baru bagi warga yang rumahnya dibongkar namun tidak dibangun kembali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *