Manggarai Timur – Dugaan adanya setoran sebesar 10 persen dari kontraktor kepada Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (PPO) Kabupaten Manggarai Timur terus mencuat. Proyek revitalisasi sarana pendidikan yang dikelola dinas tersebut juga dinilai rawan praktik mafia pengadaan barang dan jasa serta intervensi dalam pelaksanaannya.
Seorang warga berinisial HS (32) menyampaikan bahwa Kejaksaan Negeri (Kejari) Manggarai perlu menelusuri secara cermat potensi penyimpangan yang terjadi dalam proyek tersebut, khususnya pada pekerjaan revitalisasi satuan pendidikan.
”Kalau ditelusuri lebih jauh, akan terlihat bahwa hampir semua kontraktor berasal dari luar wilayah. Bahkan, banyak orang tua siswa tidak dilibatkan sama sekali dalam proyek,” ujar HS.
Menurutnya, terdapat indikasi bahwa para kontraktor tersebut merupakan hasil rekomendasi dari Dinas PPO yang bekerja sama dengan pihak sekolah. “Informasi yang kami peroleh, ada dugaan setoran 10 persen dari kontraktor kepada pihak dinas dan sekolah,” tambahnya.
HS juga menyoroti persoalan pengadaan material bangunan. Ia menduga adanya praktik permainan harga yang merugikan negara. “Material diambil secara sembarangan, bahkan banyak yang tidak layak pakai. Padahal ini proyek dengan anggaran APBN, seharusnya ada uji kelayakan material berdasarkan standar teknis,” ungkapnya. Ia menegaskan pentingnya penelusuran oleh pihak kejaksaan terhadap dugaan praktik mafia dalam proses pengadaan barang dan jasa tersebut.
Sementara itu, proyek pembangunan gedung sekolah di SMP Negeri 10 Kota Komba, Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, diduga tidak sepenuhnya mengikuti petunjuk teknis. Berdasarkan informasi yang dihimpun DetikNet.id, pasir yang digunakan tidak berasal dari lokasi yang tercantum dalam dokumen perencanaan dan perhitungan harga satuan.
Bahkan, material tersebut disebut berasal dari lokasi yang belum memiliki izin resmi. Padahal, dalam proyek konstruksi yang didanai negara, setiap bahan bangunan wajib memenuhi standar mutu dan diambil dari sumber yang sah secara administratif.
Pantauan DetikNet.id pada Senin, 25 Agustus 2025, di lokasi proyek menunjukkan bahwa para pekerja tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD), meskipun anggaran pengadaan perlengkapan tersebut tercantum dalam rencana proyek.
Tak hanya itu, aktivitas kendaraan berat pengangkut material juga dilaporkan merusak infrastruktur desa. Beberapa dump truck yang melintasi jalan rabat beton di Desa Pong Ruan disebut membawa muatan melebihi kapasitas, menyebabkan kerusakan di sepanjang jalur tersebut. Padahal, tersedia jalur alternatif yang lebih sesuai untuk kendaraan proyek.
Menanggapi berbagai dugaan itu, Ronald K. N. Bureni, S.H., Kepala Sub Seksi Intelijen I Kejari Manggarai, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima informasi terkait proyek tersebut.
“Kami sudah mengetahui bahwa nilai anggarannya cukup besar. Jika dalam pelaksanaannya ditemukan adanya pelanggaran terhadap petunjuk teknis, seperti penggunaan material dari lokasi yang tidak sesuai dokumen perencanaan, tentu akan kami tindak lanjuti,” ujar Ronald saat diwawancarai pada Selasa, 26 Agustus 2025.
Proyek revitalisasi ini merupakan bagian dari program Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik yang dilaksanakan secara swakelola di SMP Negeri 10 Gulung, Desa Pong Ruan, Kecamatan Kota Komba.
Nilai proyek mencapai Rp3,26 miliar dan seharusnya melibatkan partisipasi masyarakat lokal, termasuk orang tua siswa.
Pantauan lapangan menunjukkan bahwa proyek mencakup pembangunan empat ruang kelas baru, rehabilitasi dua ruang kelas, dua unit WC, perpustakaan, ruang laboratorium, ruang guru, dan rumah dinas guru. Namun, hanya satu bangunan yang dikerjakan oleh kontraktor lokal, sementara sisanya ditangani oleh pekerja dari luar daerah.
Sumber internal menyebutkan bahwa keterlibatan kontraktor dari luar wilayah diduga kuat atas rekomendasi Dinas PPO Manggarai Timur.
Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait sejauh mana kepala sekolah memiliki kewenangan dalam pelaksanaan proyek swakelola tersebut.
Saat dikonfirmasi di lokasi proyek, Kepala SMP Negeri 10 Kota Komba, Emanuel Ora Soba, menyatakan bahwa pemilihan kontraktor dilakukan secara mandiri oleh pihak sekolah.
“Mereka ini seperti kepala tukang. Kami yang cari sendiri,” ujarnya sambil tersenyum.
Ia berharap media dapat memberitakan hal-hal positif mengenai kemajuan sekolah. “Selama ini kan beritanya soal gedung sekolah yang rusak. Semoga ini jadi perubahan,” kata Emanuel.
Sementara itu, salah satu orang tua siswa menyayangkan ketidak terlibatnya warga lokal dalam proyek tersebut.
“Kami siap kerja. Kalau bisa, diberi kesempatan, supaya bisa bantu ekonomi keluarga,” ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa banyak orang tua siswa memiliki keahlian sebagai tukang bangunan. “Kalau kami bekerja 20 hari, sudah cukup untuk bayar uang sekolah anak selama tiga tahun,” tuturnya.
Sebagai informasi, proyek revitalisasi pendidikan yang dibiayai APBN dapat dilaksanakan secara swakelola oleh sekolah dan masyarakat. Tujuan kebijakan ini adalah mendorong partisipasi aktif, meningkatkan transparansi, serta memastikan dampak ekonomi langsung bagi warga sekitar.
Penulis: Firman Jaya