DETIKNET.id – Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) menetapkan dua tersangka dalam kasus beras oplosan dan berkutu yang ditemukan di sebuah rumah di Kecamatan Alak, Kota Kupang.
Kedua tersangka diduga sengaja mencampur beras dengan kotoran dan kutu untuk meraup keuntungan.
Kedua tersangka masing-masing berinisial M (36) dan RA (45). “Ada dua orang dalam kasus tindak pidana perlindungan konsumen di dua lokasi berbeda di Kota Kupang,” ujar Dir Reskrimsus Polda NTT Kombes Pol. Hans Rachmatulloh Irawan, saat konferensi pers di Mapolda NTT, Kamis (9/10/2025).
Kasus pertama terungkap pada 16 September 2025 setelah polisi menerima laporan masyarakat.
Dalam penyelidikan, tersangka M diketahui menukar isi karung beras merek Cap Jeruk dengan beras SPHP di kios miliknya yang berada di Pasar Inpres Naikoten, Kota Kupang.
“Delapan karung beras SPHP masing-masing 40 kilogram dimasukkan ke dalam karung beras Cap Jeruk ukuran yang sama,” jelas Kombes Hans.
Aksi tersebut dilakukan karena adanya selisih harga antara kedua merek beras tersebut.
Beras Cap Jeruk dijual seharga Rp 13.000 per kilogram, sementara beras SPHP hanya Rp 11.300 per kilogram. Total beras oplosan yang telah terjual mencapai 80 kilogram.
“Beras SPHP itu diambil dari Bulog sebanyak empat ton,” tambahnya.
Dari tangan tersangka, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya:
Beras Cap Jeruk sebanyak 2.615 kilogram
Beras SPHP kemasan 5 kg sebanyak 149 karung atau sekitar 750 kilogram yang belum dipindahkan
111 karung kosong beras SPHP
18 karung kosong beras Cap Jeruk
Satu mesin jahit karung lengkap dengan benang
Satu pisau cutter berwarna hijau
Surat izin usaha atas nama M
Sementara tersangka RA merupakan pimpinan salah satu toko ritel modern di Kota Kupang yang kedapatan menjual beras merek Topi Kopi dalam kondisi tidak layak konsumsi.
Beras yang dikemas dalam ukuran 5, 10, dan 20 kilogram tersebut ditemukan mengandung banyak kutu. Padahal, menurut Kombes Hans, beras dengan kondisi demikian seharusnya tidak boleh dijual kepada masyarakat.
Kasus ini bermula ketika seorang warga bernama Imanuel membeli beras premium ukuran 20 kilogram di toko tersebut pada 13 Juli 2025 sekitar pukul 19.45 Wita.
“Setelah dibuka, ternyata beras itu penuh dengan kutu sehingga tidak layak dikonsumsi,” ungkap Hans.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 62 Ayat (1) juncto Pasal 8 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kasus ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat NTT, terutama bagi mereka yang mengonsumsi beras tersebut. Polda NTT menjamin akan menindak tegas pelaku yang terlibat dalam kasus ini.















