HUKRIM

AMAN Nusa Bunga Desak Polres Sikka Tangani Kasus Penggusuran Rumah Masyarakat Adat Suku Soge dan Suku Goban di Nangahale

×

AMAN Nusa Bunga Desak Polres Sikka Tangani Kasus Penggusuran Rumah Masyarakat Adat Suku Soge dan Suku Goban di Nangahale

Sebarkan artikel ini
Maumere
Ketua Pelaksana Harian AMAN Nusa Bunga (Foto:Maximilianus Herson Loi)

DETIKNET.id – Berdasarkan peristiwa yang terjadi pada 22 Januari 2025, PT. Krisrama, perusahaan milik Keuskupan Maumere, telah menggusur 120 unit rumah dan ratusan pohon milik masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Suku Goban Runut di Nangahale. Hal ini disampaikan oleh Maximilianus Herson Loi, Ketua Pelaksana Harian AMAN Nusa Bunga, kepada media pada Senin, 24 Maret 2025.

Herson mengungkapkan bahwa penggusuran ini dilakukan meskipun masih berlangsungnya proses hukum terhadap delapan anggota masyarakat adat Suku Soge dan Suku Goban yang dituduh melakukan tindak pidana pengrusakan plang milik PT. Krisrama. Plang tersebut dipasang di atas lahan eks HGU Nangahale, yang secara fakta masih dalam sengketa antara masyarakat adat dan perusahaan, sementara secara fisik lahan tersebut dikuasai oleh masyarakat adat.

Pada 17 Maret 2025, Pengadilan Negeri Maumere menjatuhkan vonis bersalah terhadap kedelapan anggota masyarakat adat tersebut. Mereka dijatuhi hukuman penjara selama 10 bulan karena melanggar Pasal 170 KUHP, yang melebihi tuntutan jaksa.

Setelah penggusuran yang dilakukan PT. Krisrama, empat perwakilan masyarakat adat, yaitu Antonius Toni, Ignasius Nasi, Bernardus Bola, dan Simon Toba, melaporkan peristiwa tersebut kepada Polres Sikka. Antonius Toni melakukan pengaduan pada 22 Januari 2025, sementara Ignasius Nasi, Bernardus Bola, dan Simon Toba melaporkan pada 14 Februari 2025. Mereka mengadukan penggusuran paksa terhadap rumah dan tanaman mereka oleh PT. Krisrama.

Herson menegaskan bahwa penggusuran yang dilakukan PT. Krisrama tidak memiliki dasar hukum yang sah, karena tidak ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, tindakan tersebut harus diproses sebagai tindak pidana murni, dan aparat penegak hukum wajib bertindak aktif untuk memproses para pelaku serta memberikan perlindungan kepada korban.

Herson juga mengkritik sikap Polres Sikka yang dinilai lamban dan tidak serius dalam menangani pengaduan masyarakat adat tersebut. Ia menyatakan bahwa sikap ini mencerminkan diskriminasi dan melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia.

“Penegakan hukum harus adil, sesuai dengan mandat konstitusi yang tidak bisa ditawar-tawar. Jangan sampai proses penyelidikan dan penyidikan menjadi cepat hanya ketika PT. Krisrama yang mengadu, namun lambat dan bahkan nyaris tidak berjalan ketika masyarakat adat yang mengadu,” ujar Herson.

Ia menegaskan, hukum harus ditegakkan dengan adil, tanpa memandang status atau kekuatan ekonomi pihak yang terlibat. Polisi diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam menegakkan hukum yang adil dan tidak diskriminatif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *