Scroll untuk baca artikel
HUKRIM

Terdaftar 198 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di NTT dalam Tahun 2025, Begini Kornologinya

×

Terdaftar 198 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di NTT dalam Tahun 2025, Begini Kornologinya

Sebarkan artikel ini
Kasus Kekerasan Terhadap Anak
Sejak Januari hingga 9 Mei 2025, pihaknya mencatat terdapat 198 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak (Ilustrasi Kekerasan Terhadap Anak)

DETIKNET.id – Ruth D Laiskodat, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), mengatakan bahwa angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah tersebut tergolong tinggi.

Sejak Januari hingga 9 Mei 2025, pihaknya mencatat terdapat 198 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Jadi, rata-rata ada 47 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak per bulan,” kata Ruth, Rabu (14/5/2025)

Dalam angka tersebut mengalami kenaikan signifikan dibandingkan dengan tahun 2024, di mana terdapat 144 kasus dalam periode waktu yang sama (Januari-Mei 2024).

Terkait hal ini, Ruth memerinci bahwa pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak berasal dari berbagai latar belakang, termasuk tokoh agama, aparatur sipil negara, tukang ojek, guru, tenaga kontrak, polisi, nelayan dan sopir.

Untuk mengatasi masalah ini, kampanye setop kekerasan terhadap perempuan dan anak terus digalakkan, dengan harapan dapat mendorong aksi nyata dari publik untuk menghentikan kasus-kasus kekerasan yang terjadi, seperti yang dilansir dari berbagai sumber

Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, menilai kondisi ini sebagai tanda bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak di NTT sudah dalam tahap darurat, yang membuat gerah berbagai pihak.

Kasus yang dilaporkan mencakup kekerasan fisik, psikis, seksual, trafficking, dan penelantaran.

Selain itu Melki juga menambahkan bahwa lebih dari 70 persen narapidana di Lapas Kupang adalah pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Kasus-kasus tersebut meliputi pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),” ujarnya. Pemerintah, menurut Melki, sedang menangani kasus-kasus ini dengan serius agar tidak berdampak buruk terhadap reputasi pemerintah provinsi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *