DETIKNET.id – Terdaftar 50 buruh bangunan asal daratan Pulau Timor harus pulang dengan tangan hampa setelah bekerja berbulan-bulan pada proyek pembangunan Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Baa, Kabupaten Rote Ndao.
Terkait proyek yang dibiayai oleh APBN 2024 senilai Rp 3,63 miliar itu dikerjakan oleh CV. Pulung Nusantara, kontraktor asal Pulau Jawa, akan tetapi menyisakan persoalan serius: upah pekerja tidak dibayarkan.
Selama lebih dari 3 hingga 4 bulan, para pekerja menyumbangkan tenaga mereka untuk proyek yang kini baru rampung sekitar 58 persen.
Namun, setelah itu, kontraktor pelaksana menghilang tanpa menyelesaikan pekerjaan maupun membayar upah para buruh, dengan total tunggakan mencapai Rp 191.150.000.
Diketahui mendapat aduan dari para pekerja, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) NTT yang diketuai Stanis Tefa, langsung mengambil langkah cepat.
Ia melayangkan surat resmi dengan Nomor: 05/KSPSI.NTT/V/2025 kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kupang.
Surat tersebut ditembuskan hingga ke berbagai pejabat tinggi, seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani, Direktur Jenderal Pajak, Kepala KPPN Kupang, hingga Ketua DPRD NTT, sebagai bentuk permintaan perhatian dan penyelesaian atas hak para pekerja.
“Hubungan kami dengan kontraktor adalah hubungan kerja. Kami berharap KPP Pratama Kupang bisa memfasilitasi, karena mereka punya hubungan hukum dengan kontraktor melalui kontrak,” ujar Stanis Tefa.
Kabarnya kepala KPP Pratama Kupang, Rimedi Tarigan, merespons positif langkah KSPSI dan langsung mengadakan pertemuan melalui Zoom bersama perwakilan Kementerian Keuangan dan instansi terkait lainnya.
“Kami sangat mengapresiasi Kepala KPP Pratama Kupang yang bersedia memfasilitasi dan menunjukkan kepedulian terhadap nasib para pekerja,” ucap Stanis.
Pertemuan ini diharapkan menjadi jalan menuju solusi. Stanis juga menyampaikan apresiasi kepada Menteri Keuangan dan jajarannya atas perhatian terhadap kasus ini, yang dinilai sebagai langkah konkret negara dalam melindungi hak pekerja.
“Harapan kami jelas: hak-hak pekerja yang tertunda bisa segera dibayar. Mereka sudah bekerja keras dan layak mendapatkan haknya,” pungkas Stanis.