Oleh: Firman Jaya/ Pemimpin Redaksi DetikNet.id
Sudah lima tahun sejak Polres Manggarai Timur (Matim) berdiri pada 2020, namun hingga pertengahan 2025, belum ada satu pun kasus korupsi yang berhasil diungkap dan diseret ke pengadilan. Padahal, menurut laporan media dan informasi masyarakat, berbagai dugaan korupsi telah diperiksa oleh Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di institusi tersebut.
Situasi ini menimbulkan tanda tanya publik, terutama ketika di beberapa wilayah lain, strategi kontra intelijen mulai diadopsi sebagai pendekatan baru dalam membongkar jaringan kejahatan korupsi. Lalu, mungkinkah Polres Matim juga perlu mengadopsi strategi ini? Apakah ini solusi jitu atau justru bisa menjadi pedang bermata dua?
Apa Itu Strategi Kontra Intelijen?
Secara umum, kontra intelijen merupakan tindakan untuk mengidentifikasi dan menggagalkan upaya intelijen dari pihak lain, umumnya digunakan dalam konteks militer dan keamanan negara. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pendekatan ini juga mulai diterapkan dalam penegakan hukum—terutama untuk mengungkap kejahatan yang dilakukan secara sistematis dan melibatkan jaringan luas, termasuk kasus korupsi.
Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia (FIDH) menyebut bahwa kontra intelijen melibatkan teknik-teknik manipulatif seperti infiltrasi, penyadapan, dan rekayasa informasi. Oleh karena itu, penggunaannya harus tunduk pada prinsip akuntabilitas dan pengawasan ketat agar tidak melanggar hak asasi manusia (FIDH, 2022).
Praktik di Indonesia: Antara Keberhasilan dan Kritik
Contoh penerapan strategi ini dapat dilihat dalam kasus penangkapan pejabat di Kementerian Perhubungan pada 2024, di mana penyidik Bareskrim Polri menggunakan teknik penyamaran untuk membongkar praktik suap (Kompas, 2024). Pendekatan ini dinilai efektif dalam menembus jaringan kekuasaan dan birokrasi yang sulit disentuh melalui metode konvensional.
Namun, strategi kontra intelijen bukan tanpa risiko. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai bahwa strategi semacam ini, jika dilakukan tanpa pengawasan, berpotensi menjadi alat represi politik atau justifikasi pelanggaran hak warga negara (KontraS, 2023).
Pakar hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Zainal Arifin Mochtar, menyatakan bahwa penggunaan kontra intelijen dalam proses penegakan hukum hanya dapat dibenarkan jika disertai dengan dasar hukum yang kuat, serta tidak melanggar prinsip due process of law. “Penegak hukum harus tetap tunduk pada asas legalitas dan prinsip HAM. Kontra intelijen tidak bisa dipakai sebagai alasan untuk melanggar hukum,” ujarnya dalam wawancara tahun 2023 (Mochtar, 2023).
Situasi di Polres Manggarai Timur: Banyak Kasus, Minim Hasil
Jika menilik ke Manggarai Timur, sederet kasus korupsi telah ditangani oleh Polres Matim dalam lima tahun terakhir. Di antaranya dugaan korupsi proyek jalan lingkar luar kota Borong yang mengakibatkan pembabatan hutan mangrove dengan proyek senilai lebih dari Rp3 miliar. Kasus ini diperiksa sejak 2021, namun hingga kini belum ada kejelasan hukum.
Begitu pula dengan dugaan korupsi dana COVID-19 pada 2022, pembangunan terminal Kembur tahun 2023, dan pengadaan alat kesehatan tahun 2024. Seluruhnya sudah memasuki tahap penyelidikan dan pemeriksaan sejumlah pihak, mulai dari kontraktor, kepala dinas, hingga pejabat teknis. Namun, belum ada satu pun yang ditetapkan sebagai tersangka atau dinaikkan ke tahap penyidikan.
Data yang dikumpulkan DetikNet.id juga menunjukkan bahwa hampir setiap pekan, Unit Tipikor Polres Matim melakukan pemeriksaan terhadap kepala desa, rekanan kontraktor, hingga pejabat Pemkab. Tetapi tidak ada kelanjutan konkret dalam proses hukum yang bisa diakses publik (DetikNet.id, 2025).
Harapan Publik dan Kritik Terbuka
Situasi ini menimbulkan kritik dari berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat. Salah satunya adalah Andri, tokoh pemuda asal Manggarai Timur yang menyayangkan lambannya proses hukum. “Polres harus terbuka dan rutin memberikan keterangan resmi ke publik agar tidak muncul kecurigaan. Warga butuh kepastian hukum,” ujarnya, Minggu (20/7/2025).
Andri juga mendesak Kapolda NTT untuk turun tangan langsung dan memberi perhatian terhadap stagnasi penanganan kasus-kasus korupsi di daerah tersebut. “Jangan jadikan forum seperti Forkopimda sebagai tempat negosiasi politik. Penegakan hukum harus bebas dari tekanan dan kompromi kekuasaan,” tegasnya.
Antara Inovasi dan Integritas
Penggunaan strategi kontra intelijen dalam pemberantasan korupsi bisa menjadi langkah progresif, tetapi harus dilakukan dengan kehati-hatian. Dalam kasus Polres Matim, pendekatan apapun ,baik konvensional maupun strategis akan sia-sia jika tidak disertai dengan transparansi, pengawasan independen, serta komitmen untuk menuntaskan kasus hingga ke pengadilan.
Bila strategi ini dijalankan tanpa arah dan tanpa hasil yang nyata, kepercayaan publik terhadap kepolisian sebagai institusi penegak hukum justru akan semakin terkikis. Tahun 2025 seharusnya menjadi momentum refleksi dan perbaikan bagi Polres Matim: akankah mereka berhasil membongkar satu kasus korupsi saja, atau terus diam di bawah bayang-bayang keraguan publik?