Manggarai Timur – Dugaan adanya konspirasi antara Kelompok Kerja (Pokja), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Manggarai Timur, dan PT. Indoraya dalam pelaksanaan proyek pembangunan jalan senilai Rp27 miliar di Kecamatan Elar Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), terus bergulir.
Proyek pembangunan jalan hotmix yang mencakup segmen Lewurla–Lempang Paji dan segmen Raong–Woko Ledu–Wiring awalnya dilelang pada tahun 2024 menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK), dengan PT. Indoraya ditetapkan sebagai pemenang lelang. Namun, proyek tersebut dibatalkan karena adanya efisiensi anggaran.
Meski demikian, proyek senilai Rp27 miliar itu kembali dilanjutkan pada tahun anggaran 2025 dengan menggunakan sumber dana yang berbeda, yakni Dana Alokasi Umum (DAU). Proses pelaksanaan proyek tersebut menimbulkan tanda tanya, karena tidak dilakukan tender ulang, meskipun sudah terjadi perubahan sumber pendanaan.
Informasi yang dihimpun menyebutkan kontrak kerja proyek langsung diteken dan saat ini sedang dalam proses pengerjaan oleh PT. Indoraya, perusahaan yang berkantor di Bajawa, Kabupaten Ngada.
Sejumlah pihak menilai hal ini sebagai bentuk pelanggaran prosedur dan berpotensi merugikan negara. Salah satu tokoh pemuda Manggarai Timur, Andri, kepada DetikNetid, Sabtu, 21 Juni 2025, menyebut bahwa proyek ini mengandung banyak kejanggalan.
“Proyek ini sangat janggal. Ini bukan hanya soal kerugian negara, tetapi juga sangat sarat kepentingan. Dugaan konspirasi besar sangat kuat,” ujar Andri kepada wartawan.
Ia menjelaskan bahwa karena telah terjadi perubahan sumber dana dari DAK ke DAU, maka seharusnya proyek tersebut ditender ulang sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
“Kalau tidak ditender ulang, artinya memang ada konspirasi di sana. Sekarang sudah mulai dikerjakan, uang muka juga sudah dicairkan. Kalau nanti bermasalah, negara pasti dirugikan,” tambahnya.
Senada dengan itu, HS, seorang kontraktor lokal, juga menyesalkan pelaksanaan proyek yang tidak melalui proses tender ulang. Menurutnya, hal itu telah menghilangkan kesempatan bagi rekanan lain untuk ikut berpartisipasi secara terbuka.
“Proyek sebesar Rp27 miliar ini seharusnya ditender ulang. Kami sebagai kontraktor juga punya hak untuk ikut bersaing,” ujarnya.
HS juga meminta aparat penegak hukum untuk memeriksa dugaan aliran dana dari pihak rekanan kepada oknum Pokja atau pejabat lainnya, guna memastikan tidak terjadi praktik curang dalam pelaksanaan proyek tersebut.
“Saya yakin ada ketakutan dari Pokja dan PPK untuk menayangkan ulang proyek ini di LPSE atau Sirup. Kalau memang sudah diubah datanya, wajib dilakukan tender ulang,” tegas HS.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPR Manggarai Timur, Ferdinandus Membok, enggan memberikan komentar saat dimintai keterangan oleh wartawan.
Penulis : Firman Jaya