DETIKNET.id – Sebuah perusahaan konstruksi yang tengah mengerjakan proyek jalan senilai puluhan miliar rupiah di Kabupaten Manggarai Timur diduga melakukan penambangan material dari sungai tanpa izin alias ilegal.
Aktivitas pengerukan pasir dan batu itu berlangsung di Sungai Sangan Kalo, Desa Wae Rasan, Kecamatan Elar Selatan, oleh PT Indoraya Jaya Perkasa, untuk keperluan pembangunan jalan segmen Raong–Woko Ledu–Wirung.

Pantauan Detiknet.id pada Senin sore, 30 Juni 2025, sekitar pukul 15.00 WITA, menunjukkan satu unit ekskavator terparkir di tengah sungai. Di sekeliling alat berat berwarna biru tersebut tampak tumpukan pasir dan batu yang menggunung.
“Tadi mereka kerja mengeruk pasir dan batu. Ada beberapa truk datang mengangkut material itu,” kata seorang ibu yang sedang menyiram sayur di pinggir sungai, sekitar 300 meter dari lokasi alat berat.
“Mungkin sore mereka istirahat,” tambahnya.
Bekas pengerukan terlihat membentang sepanjang 100–200 meter dari arah hulu (utara) hingga ke titik lokasi ekskavator. Di sisi kiri dan kanan lokasi tampak areal persawahan warga.
“Sudah sekitar satu bulan mereka kerja di sini. Pasir dan batu dari sini dibawa untuk proyek jalan di Wukir,” lanjutnya.
Wukir merupakan ibu kota Kecamatan Elar Selatan, berjarak sekitar 3–4 kilometer arah barat dari Lewurla. Titik awal pembangunan jalan Raong–Woko Ledu–Wirung dimulai dari Wukir.
Hasil pantauan Detiknet.id di lokasi proyek, pasir dan batu dari sungai itu digunakan sebagai lapisan dasar jalan.
Detiknet.id telah mengirim pesan ke nomor WhatsApp PT Indoraya Jaya Perkasa yang tercantum di laman AHU.go.id untuk menanyakan izin penambangan tersebut. Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan dari pihak perusahaan.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Manggarai Timur, Kasmir Aryanto Dalis, membenarkan bahwa aktivitas penambangan yang dilakukan PT Indoraya Jaya Perkasa di Sungai Sangan Kalo tidak memiliki izin.
“Belum ada izin. Itu ilegal atau liar,” ujarnya melalui pesan WhatsApp pada Selasa, 1 Juli 2025.
Ia menjelaskan bahwa saat ini hanya PT Armada Pratama yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) batuan di wilayah Manggarai Timur. Lokasi penambangan perusahaan tersebut berada di Bondo, Desa Watu Mori, Kecamatan Rana Mese.
“Perusahaan lain belum ada IUP dan izin operasional,” katanya.
Kasmir menegaskan pihaknya akan melakukan pengecekan langsung terhadap aktivitas penambangan ilegal yang dilakukan oleh PT Indoraya Jaya Perkasa.
Sementara itu, Andri, mantan kontraktor lokal, mendesak Kepolisian Resor Manggarai Timur untuk segera menutup aktivitas galian C ilegal di Sungai Sangan Kalo.
“Polisi harus segera turun ke lokasi dan menghentikan aktivitas ilegal tersebut. Itu kawasan lingkungan dan daerah aliran sungai. Material untuk proyek pemerintah seharusnya berasal dari lokasi yang memiliki izin,” tegas Andri.
Proyek jalan Raong–Woko Ledu–Wirung awalnya dianggarkan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) yang telah ditender sejak akhir 2024 dan dimenangkan oleh PT Indoraya Jaya Perkasa.
Namun pada Januari 2025, pemerintah pusat melakukan efisiensi anggaran, yang berdampak pada penghapusan DAK untuk proyek tersebut.
Meski demikian, Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur memutuskan tetap melanjutkan pembangunan jalan itu menggunakan Dana Alokasi Umum (DAU), hasil efisiensi dari sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di kabupaten tersebut.
Meskipun sumber anggarannya berubah, proyek tersebut tidak ditender ulang dan tetap dikerjakan oleh PT Indoraya Jaya Perkasa.
Berdasarkan penelusuran Detiknet.id, perusahaan konstruksi berbasis di Kabupaten Ngada ini telah mengerjakan sejumlah proyek jalan di Manggarai Timur sejak 2023. Selama tiga tahun terakhir, PT Indoraya Jaya Perkasa selalu menjadi pemenang tender proyek jalan dengan nilai kontrak belasan hingga puluhan miliar rupiah.
Pada 2023, perusahaan ini mengerjakan peningkatan jalan Lempang Paji–Simpang Lewurla di Kecamatan Elar dengan nilai kontrak Rp19.963.888.000. Tahun berikutnya, mereka mengerjakan proyek peningkatan jalan Paka–Ntaur–Pupung di Kecamatan Rana Mese dengan nilai kontrak sebesar Rp16.340.000.000.
Namun, proyek jalan Paka–Ntaur–Pupung itu menjadi sorotan setelah mengalami kerusakan hanya beberapa bulan setelah selesai dikerjakan.
Penulis: Firman Jaya