Manggarai Timur, DetikNet.id – Laporan Hasil Pemeriksaan ( LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan ( BPK) tahun 2024 terkait proyek rehabilitasi ruang kelas SDI Watu Ling, Desa Rana Gapang, Kecamatan Elar, Manggarai Timur, diduga fiktif karena tidak sesuai dengan fakta lapangan.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun 2024 yang diperoleh DetikNet.id, dituliskan bahwa proyek rehabilitasi ruang kelas SDI Watu Ling “telah dinyatakan selesai” sesuai dengan Berita Acara Serah Terima (BAST) Pertama/PHO Nomor 376/PPK-DAK-SD/DPPO/XII/2024 tanggal 1 Desember 2024.
Proyek pembangunan ruang kelas sekolah itu dikerjakan oleh CV Venus Independens Opus yang berbasis di Kabupaten Ngada dengan nilai kontrak Rp707.029.666. Namun, menurut sumber DetikNet.id di Desa Rana Gapang, di lapangan proyek tersebut dilaksanakan oleh Ferdi Hadu, seorang kontraktor lokal asal Kecamatan Elar.
Sesuai Surat Perintah Melaksanakan Kegiatan (SPMK) Nomor: 106/PPK-DAK-SD-PK-PPO/VII/2024 tanggal 17 Juli 2024, jangka waktu pelaksanaan pekerjaan adalah 120 hari kalender, terhitung sejak tanggal 17 Juli sampai 14 November 2024.
Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, selama pelaksanaan pekerjaan, kontrak mengalami satu kali perubahan yang telah disepakati para pihak dan dituangkan dalam addendum kontrak yang terbit pada 14 November 2024.
Addendum tersebut disebut mengatur tentang pemberian kesempatan menyelesaikan pekerjaan selama 50 hari kalender dengan konsekuensi pengenaan denda keterlambatan.
Atas addendum kontrak itu, tulis BPK, paket pekerjaan tersebut harus sudah selesai pada 5 Januari 2025.
BPK dalam laporan tersebut menyatakan bahwa, saat PHO, pembayaran pekerjaan baru mencapai 52 persen atau senilai Rp367.655.427 sesuai Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang diterbitkan pada 4 Desember 2024.
BPK menyebut penyelesaian rehabilitasi ruang kelas dengan tingkat kerusakan minimal sedang beserta perabotnya SDI Watu Ling mengalami keterlambatan selama 17 hari, terhitung sejak 18 November sampai 1 Desember 2024.
Atas keterlambatan tersebut, tulis BPK, PPK telah mengenakan denda senilai Rp10.697.358,85 yang dituangkan dalam dokumen PHO.
“Namun, sampai dengan berakhirnya pemeriksaan denda keterlambatan belum disetorkan ke Kas Daerah,” tulis BPK dalam laporan itu.
Dinas PPO Manggarai Timur Diduga Beri Perlakuan Istimewa kepada Kontraktor Proyek SDI Watu Ling: PHO Meski Pekerjaan Belum Tuntas
Dinas PPO Manggarai Timur diduga memberi perlakuan istimewa kepada kontraktor proyek SDI Watu Ling di Desa Rana Gapang, Kecamatan Elar, dengan melakukan Provisional Hand Over (PHO) atau serah terima pertama pada Desember 2024, meski pengerjaannya belum rampung 100 persen.
Sementara terhadap proyek serupa di beberapa sekolah lain yang terlambat selesai, Dinas PPO justru memutus kontrak para penyedianya.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun 2024 yang diperoleh DetikNet.id , dituliskan bahwa proyek rehabilitasi ruang kelas SDI Watu Ling “telah dinyatakan selesai” sesuai dengan Berita Acara Serah Terima (BAST) Pertama/PHO Nomor 376/PPK-DAK-SD/DPPO/XII/2024 tanggal 1 Desember 2024.
Proyek pembangunan ruang kelas sekolah itu dikerjakan oleh CV Venus Independens Opus yang berbasis di Kabupaten Ngada dengan nilai kontrak Rp707.029.666. Namun, menurut sumber DetikNet.id di Desa Rana Gapang, di lapangan proyek tersebut dilaksanakan oleh Ferdi Hadu, seorang kontraktor lokal asal Kecamatan Elar.
Sesuai Surat Perintah Melaksanakan Kegiatan (SPMK) Nomor: 106/PPK-DAK-SD-PK-PPO/VII/2024 tanggal 17 Juli 2024, jangka waktu pelaksanaan pekerjaan adalah 120 hari kalender, terhitung sejak tanggal 17 Juli sampai 14 November 2024.
Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, selama pelaksanaan pekerjaan, kontrak mengalami satu kali perubahan yang telah disepakati para pihak dan dituangkan dalam addendum kontrak yang terbit pada 14 November 2024.
Addendum tersebut disebut mengatur tentang pemberian kesempatan menyelesaikan pekerjaan selama 50 hari kalender dengan konsekuensi pengenaan denda keterlambatan.
Atas addendum kontrak itu, tulis BPK, paket pekerjaan tersebut harus sudah selesai pada 5 Januari 2025.
BPK dalam laporan tersebut menyatakan bahwa, saat PHO, pembayaran pekerjaan baru mencapai 52 persen atau senilai Rp367.655.427 sesuai Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang diterbitkan pada 4 Desember 2024.
BPK menyebut penyelesaian rehabilitasi ruang kelas dengan tingkat kerusakan minimal sedang beserta perabotnya SDI Watu Ling mengalami keterlambatan selama 17 hari, terhitung sejak 18 November sampai 1 Desember 2024.
Atas keterlambatan tersebut, tulis BPK, PPK telah mengenakan denda senilai Rp10.697.358,85 yang dituangkan dalam dokumen PHO.
“Namun, sampai dengan berakhirnya pemeriksaan denda keterlambatan belum disetorkan ke Kas Daerah,” tulis BPK dalam laporan itu.
Beda Klaim BPK dengan Fakta Lapangan
Laporan hasil pemeriksaan BPK terhadap proyek rehabilitasi ruang kelas SDI Watu Ling tersebut berbeda dengan fakta di lapangan.
Roni Aman, salah satu tukang yang mengerjakan proyek tersebut mengatakan kepada DetikNet.id pada Senin malam, 11 Agustus 2025, saat PHO proyek itu pada Desember 2024, “progres pekerjaan sekitar 60 persen.”
“Kami kerja mulai dari awal. Waktu itu sepakat biaya tukang sampai selesai Rp70 juta,” katanya sembari menambahkan bahwa kesepakatan tersebut dilakukan dengan Ferdi Hadu selaku kontraktor.
Sejak Desember 2024, kata Roni, pekerjaan tidak dilanjutkan karena “material macet.”
Pekerjaan, kata dia, baru dilanjutkan pada Mei 2025 dan baru selesai pada awal Juni.
Roni berkata, mereka melanjutkan pekerjaan tersebut setelah diminta oleh Silfanus Nggalas, salah satu warga Rana Gapang.
“Saat kami mulai kerja lagi pada bulan Mei itu, selama tiga atau empat hari, Pak Kadis (PPO) video call melalui nomor Om Sil dan bilang kalau pekerjaan selesai, Om Sil yang urus pencairan dana supaya langsung bayar upah kami pekerja,” katanya.
Namun, kata dia, meskipun pekerjaan sudah selesai, “sampai saat ini, kami belum menerima apa yang menjadi hak kami.”
Menurutnya, total seluruh dana yang belum dibayar mencapai Rp57 juta lebih.
“Itu termasuk biaya tukang sisa Rp29 juta, biaya material seperti papan dan pasir, dan biaya pekerja yang diupah per hari seperti pemasak dan beberapa pekerja lainnya,” katanya.
Silfanus Nggalas yang dihubungi DetikNet.id pada Selasa pagi, 12 Agustus, membenarkan cerita Roni.
Menurutnya, ia diminta oleh Winsensius Tala, Kepala Dinas PPO Manggarai Timur untuk membantu menghubungi tukang agar melanjutkan pekerjaan rehabilitasi ruang kelas SDI Watu Ling yang sebelumnya mandeg itu.
“Sebelumnya proyek itu ditangani oleh Ferdi Hadu. Karena pekerjaan macet sejak Desember 2024, Pak Kadis minta bantuan saya untuk berkoordinasi dengan tukang agar melanjutkan pekerjaan,” katanya.
Ia berkata, tukang sebenarnya tidak mau melanjutkan pekerjaan, tetapi “saya bujuk-bujuk mereka dan meyakinkan bahwa uang masih ada di bank.”
“Tukang waktu itu tidak mau karena masih banyak pekerjaan yang belum selesai seperti lantai, got, selasar antar gedung, selasar bagian timur dan beberapa pekerjaan lainnya,” katanya.
Waktu itu, kata dia, Kadis Winsensius Tala mengatakan bahwa jika pekerjaan selesai, “mereka akan panggil saya saat pencairan dana untuk langsung membayar biaya tukang yang tersisa dan biaya lainnya atas pekerjaan tersebut.”
“Bahkan, untuk meyakinkan tukang, Pak Kadis melakukan panggilan video dan berbicara langsung dengan tukang,” katanya.
Namun, lanjutnya, ketika pekerjaan selesai, Kepala Dinas PPO Manggarai Timur, tidak melibatkannya saat pencairan dana.
“Saya tahu kalau dana sudah cair itu dari orang lain,” katanya.
Beda Perlakuan Dinas PPO
Dinas PPO Manggarai Timur diduga membuat perlakukan berbeda antara penyedia proyek rehabilitasi ruang kelas SDI Watu Ling dengan penyedia lain yang mengerjakan proyek serupa.
Terhadap kontraktor yang mengerjakan proyek rehabilitasi ruang kelas SDI Maro di Desa Rana Masak, Kecamatan Borong, misalnya, Dinas PPO melakukan pemutusan hubungan kerja pada 6 Desember 2024.
Merujuk Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, PHK dilakukan setelah Pejabat Pembuat Komitmen tiga kali mengirimkan surat teguran kepada penyedia karena “besarnya deviasi antara progres fisik di lapangan dengan target rencana pekerjaan.”
Proyek tersebut dikerjakan oleh CV Toldics Karya dengan nilai kontrak Rp621.236.714.
BPK menyebut sesuai pemeriksaan fisik di lapangan bersama PPK dan Konsultan Pengawas pada 7 Maret 2025, mereka menemukan bahwa progres pengerjaan rehabilitasi ruang kelas SDI Maro baru mencapai 50,35 persen dengan pembayaran pekerjaan sebesar 45 persen atau senilai Rp279.556.521.
Dinas PPO juga melakukan PHK kontraktor yang mengerjakan pembangunan ruang kelas baru SDI Rewung di Kecamatan Lamba Leda Timur pada 6 Desember 2024.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, disebutkan bahwa Dinas PPO melakukan PHK terhadap CV Naga Aghata yang mengerjakan proyek dengan nilai kontrak Rp428.614.489 itu karena “besarnya deviasi antara progres fisik di lapangan dengan target rencana pekerjaan.”
Sebelum melakukan PHK, tulis BPK, PPK telah memberikan surat teguran sebanyak tiga kali kepada CV Naga Aghata.
BPK mengklaim telah melakukan pemeriksaan fisik di lapangan bersama dengan PPK dan Konsultan Pengawas.
Hasil pemeriksaan, tulis BPK, menunjukkan bahwa progres pekerjaan baru mencapai 37,43 persen dengan pembayaran pekerjaan sebesar 36 persen atau senilai Rp154.301.216.
Penulis: Firman Jaya